Wanita Itu Adalah Seorang Anak, Seorang Istri Sekaligus Seorang Ibu

Pic : pixabay.com


SINGLE

Menjadi wanita itu tidak mudah ya, itu yang ada dalam pikiran saya dari dulu dan sampai saat ini. Wanita baik itu banyak tugasnya kini dan nanti, di depan ia akan bertansformasi menjadi seorang ibu. Mengandung, melahirkan, mengurus anak dan tentunya mengurus keluarga. Dulu ketika masih single saya cukup menjadi anak yang baik, anak yang berbakti kepada orang tua, mengedepankan apa yang orang tua mau dan berusaha menyenangkannya, terutama untuk mama itu aja udah cukup. Yah meski apapun yang saya lakukan gak jarang di anggap tidak sempurna dimatanya, yang kayaknya ada saja yang salah dan kurang dimatanya. Sayapun juga terkadang berlaku seenak seperti apa yang menurut saya benar ya saya kerjakan. Seperti pada suatu moment saat kuliah di semester 3, mama sudah bilang jangan pergi mama punya firasat jelek, tapi saya tetap keukeuh pergi untuk acara malam pentas inagurasi yang menghadirkan band GIGI. Dan benar, keras kepala saya ini membuat celaka dan maut kematian hampir mengenai saya. Canopi tempat para mahiswa nonton, berdiri dan loncat-loncat runtuh, ambrol dan membuat celaka. Mahaiswa yang menonton dibawahnya otomatis kena imbasnya. Saya nyaris kena, tapi orang yang berada di depan saya pas kala itu saat masuk rumah sakit dalam kondisinya sekarat, kepalanya berdarah-darah dan menyeramkan keadaaannya. Sayapun juga ikut dilarikan ke rumah sakit, tapi syukur alhamdulilah saya hanya memar saja tidak kena luka serius karena kejadian itu. Dari situ memang saya meyakini benar kalau firasat seorang ibu itu benar. Meski gak bisa di jelaskan secara logis tapi mama dan saya punya keterikatan yang kuat.

Meski begitu terkadang saya suka memandang ribet apa yang mama pikirkan. Seperti kekhawatiran yang berlebih dan seringnya kami tidak sepemikiran yang akhirnya berujung adu argumen. Kenapa sih harus begini dan begitu. Kenapa gak gini aja, kenapa sih harus kayak begitu. Dan semua ego yang ada dalam benak saya, saya anggap paling benar. Sungguh masa single dengan ego yang tinggi.

Tapi ketika mulai dewasa dan mempunyai kehidupan sendiri alias menikah, satu per satu apa yang di nasehati mama itu benar. Kemaren mama bilang begitu ternyata beneran lho, kemaren mama kasih tau begitu ternyata kejadian lho. Dan mulai terbukalah satu per satu apa yang mama maksud dulu. Apa yang ia nasehati itu benar adanya, apa yang ia beritahu tentang perihal abc itu juga akhirnya menjadi landasan saya dalam berfikir dan bertindak dalam kehidupan saat ini.


Pic : pixabay.com

 A WIFE

Menjadi seorang istri itu menyenangkan, ya plus minus lah. Ada beberapa hal menjadi terbatas, dan beberapa hal lainnya menjadi rezeki berlimpah. Ketika menjadi istri saja, saya rasa hidup saya sudah lebih tenang. Yah setelah drama pertanyaan dikejar umur kok belum nikah semua terlewati juga akhirnya. Karena setelah menikah gak langusng punya anak jadilah kami berdua kayak orang pacaran aja setiap hari, weekend selalu pergi main ke tempat sesuai yang kita inginkan. Tapi di sela itu kami masih berjuang terus untuk mendapatkan keturunan. Perjalanan 7 tahun mendapatkan mazaya membuat kami jatuh bangun bersama. IVF 2 kali di Surabaya dan Tangerang membuat saya kadang lelah juga berharap tinggi. Wajar ketika sisi emosional saya tersentuh, ah masa iya gak dapet satu aja. Memang sih dari kemarin gagal terus, tapi masa sih satu aja ya Allah. Dan akhirnya Allah approved dengan lahirnya Mazaya.

Ketika hanya menjadi seorang istri dan anak saya rasa masih gampang semuanya, jalan, makan, dan apapun saya lakukan di keseharian sangat amat gampang sekali.  Tapi semua itu berubah ketika yaya sudah lahir, ia telah mengisi kekosongan yang mulai membosankan di hari-hari kami pacaran setiap saat pergi rasanya kok makin hambar. Rumah tangga tanpa kehadiran anak memang rasanya kayak ada yang. kurang. Meski itu semua bukan keinginan kami, tapi lambat laun kami pun merasakannya. Meski perasaan itu berusaha di kubur tapi rasanya kok gak bisa. IVF hanya sebuah jalan, tapi itu memberikan dua kemungkinana gagal dan sukses. Karena jika terhenti hanya satu kemungkinan gagal. Banyak pelajaran berharga dari menjadi anak sekaligus menjadi istri, intinya ada ego. Berjalan bersama menuju tujuan yang sama itu tidak semudah membalikan telapak tangan karena dua kepala dalam satu rumah, punya warna tersendiri di dalamnya.

Pic : pixabay.com


BECOME A MOM

Hal yang paling menyentuh dan rasanya luar biasa adalah ketika menjadi seorang ibu, semua itu seperti menjadi nyata seratus persen, komplit dan sempurnalah klo bisa dibilang. Oh tuhan ternyata benar ya jadi seorang ibu itu berat. Berat banget… Jadi seorang ibu itu gak boleh egois, gak boleh memikirkan dirinya sendiri. Jadi seorang ibu gak bisa lagi main tidur aja senyaman dulu tanpa gangguan apalagi ibu baru, semua jam tidur berantakan. Me time? ah say goodbye lah, me time’nya versi ibu-ibu itu ya menikmati waktu di kala anak tidur. Gak bisa lah itu namanya berlaku seenaknya sendiri, gak bisalah nonton dengan santai saat anak lagi gelendotin. Yang ada sekarang tivi di rumah jadi pajangan di dinding. 

Begitupun saat mau merencanakan pergi harus liat kondisi anak, harus lihat medan tempat tujuannya apakah friendly untuknya atau tidak. Tiba-tiba ah pengen banget makan malam di luar, tapi gak bisa keluar karna anak sudah ngantuk dan sudah jamnya tidur. Mau curi-curi waktu editing video, nulis blog sangat amat tidak bisa kapan pun lagi, nunggu anak tidur dulu baru bisa santai dan konsen. Saat ini yang ada yaya selalu minta di proritaskan kalau lagi bersama. Ia tidak mau main sendirian dengan mainannya. Terkadang ia tiba-tiba merengek sesuatu, menginginkan sesuatu dan tentu saya harus meladeninya. Kalau gak punya anak pun juga gak akan tau rasanya anak tiba-tiba sakit, tiba-tiba ngerengek tengah malam, yang kita harus siap sedia mengurusnya meski udah ngantuk banget. Tapi kata orang semua akan ada masanya. Dah tenang aja, ini cuma sebentar kok. Dinikmati, disyukuri saja, toh memang kita telah kosong 7 tahun bukan.  Waktu yang lama merasa santai, tenang dan damai dalam melakukan segala aktifitas.


Pic : pixabay.com

Kehadirannya juga telah merubah kondisi rumah, Rumah yang dulunya selalu rapih kini setiap sisi selalu jadi sasaran rasa penasannya. Lemari yang di acak-acak, ketas-kertas yang di sobek-sobek, semua mainan dan bukan mainan berceceran dimana-mana. Anak kecil itu bernama mazaya, yang telah menghidupkan rumah ini. Kami memanggilnya yaya. Kini yaya sudah menginjak usia toddler yang aktifnya luar biasa. Ia bukan lagi baby newborn yang banyak tidur dan sesekali nangis di kasur. Yaya sedang tumbuh dan makin pintar setiap harinya. Tentunya semua orang tau betapa repotnya kalau mengurus anak toddler yang aktif jika tidak ada yang bantu. Meski dari pagi sampe siang ada ART yang membantu urusan domestik rumah tangga, tapi tetap saja urusan yaya adalah urusan saya sepenuhnya di 24 jam bersamanya.

Anak yang banyak tingkah dengan segala keatifannya membuat saya harus siaga menjaga dia jangan sampai jatuh, kebentur, kepleset, makan yang aneh-aneh dan lainnya. Meski begitu tetap saja suka kecolongan. Tiba-tibah jatuh, tiba-tiba kepentok. Hmm.. sedih. Bisa dibilang kerja yang sesungguhnya telah dimulai sejak ia lahir. 24 Jam betul saya harus memastikan ia tercukupi kebutuhannya, aman, tenang dan perkembangannya baik. Drama pun ada dari dua bulan pertama sejak ia lahir, ia suka ngajak begadang dan semakin besar berlanjut dengan drama MPASI.  

Di awal melahirkan yaya kemarin terasa betul culture syok ini. Yang saya ingat cuma mama. Mama dulu begini ya, mama dulu juga kesusahan ya ngurus aku. Dan semuanya kondisi paska lahiran ini saya jadi membayangkan betapa repotnya mama dalam mengurus saya, belum lagi dulu belum pakai popok bayi yang sekali pakai. Duh betapa repot dan capenya ia dalam kesehariannya. Adakalanya menangis mengingat mama yang sudah disana di alam yang berbeda, tidak bisa lagi diri ini ngobrol-ngobrol cantik dengannya di dapur seperti dulu kala. Tidak ada lagi senyumannya yang terlihat karena keinginannya mempunyai cucu dariku. Mama sudah pergi jauh, tapi kenangan dan ajarannya sampai detik ini masih saya kenang terus.


Pic : pixabay.com

MEMAHAMI APA YANG TERJADI

Bisa dibilang dibandingkan dari status seorang anak dan istri, status menjadi seorang ibu jauh lebih menguras energi dan perhatian. Kehadiran seorang ibu itu nyatanya kompleks, mencakup banyak hal yang berpengaruh dalam suatu rumah tangga. Rumah kondusif, anak sehat terawat, isi rumah bahagia karena peran terbesar dari keberadaan seorang ibu yang waras. Waras dalam kesehariannya, dalam mengurus isi rumah dengan segala perintilannya. Ibu adalah jantungnya rumah, jika ibu tidak ada maka rumah itu akan terasa dingin dan hambar. Sebegitu pentingnya peran seorang ibu dalam rumah. Sampai saya baru menyadarinya sekarang setelah memiliki mazaya keberadaan saya jauh lebih penting untuknya dan keluarga. Meski peran ibu dalam rumah istilahnya hanyalah wakil kepala sekolah, tapi pengaruhnya luar biasa besar. Karena memang Inti kebahagiaan rumah adalah seorang ibu. Atmosfer ibu benar-benar mempengaruhi segalanya. Ibu bahagia maka warga dalam rumah bahagia, ibu bad mood maka warga rumah kena dampaknya.

Dari sekian banyak keluh kesah yang saya alami, syukur alhamudlilah support system itu ada untuk saya. Meski banyak hal juga yang tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan, tapi setidaknya hal itu membuat saya waras dalam menjalani hari demi hari. Adanya ART terutama setelah yaya lahir dan suami yang mau mendengar serta gercep dalam memenuhi setiap hal yang dibutuhkan adalah hal yang luar biasa. Meski mama sudah tidak ada, tapi Allah telah menitipkan mazaya di tengah-tengah saya dan suami yang pengertian. Artinya Allah menilai saya mampu dalam mengurus yaya, meski tidak dipungkiri ini tidak mudah. Meski juga sekian tahun menginginkan kehadirannya bukan berati segalanya mulus. Saya hanya wanita biasa yang bisa berlaku salah, saya bukan malaikat yang selalu bertidak benar dalam keseharian, Tapi memang yang paling benar itu, dalam merawatnya itu dibutuhkan ketulusan, kesabaran, keikhlasan dan kepasrahan yang berujung tawakal kepadaNYA. Masih teramat banyak hal yang harus saya pelajari tentang menjadi seorang ibu yang baik, menjadi istri yang baik dan menjadi anak yang baik untuk kedua orang tua saya. Berita baiknya adalah ternyata peran-peran itu merupakan step-step menuju kedewasaan dalam berfikir dan bertindak di usia yang semakin bertambah.        


Pic : pixabay.com

Ketika punya anak pasti prioritas hidup larinya ke anak. Semua hal untuk anak inginnya yang terbaik. Begitupun saya dan suami. Kehadiran mazaya di saat telah berkali-kali FET gagal itu adalah hal yang luar biasa. Sayalah yang harus banyak belajar menjadi ibu yang baik untuknya. Yang selalu ada di sampingnya ketika ia membutuhkan, sama seperti mama dulu yang selalu ada ketika saya pulang ke rumah dan mengadu padanya tentang jahatnya dunia di luar sana. Ingat momen itu rasanya ingin terulang tapi tak bisa. Yang ada sayalah yang sekarang akan membuat momen itu bersama mazaya dan ayahnya. Menjadi anak, istri sekaligus mama mazaya membuat saya berkaca dan flash back dulu sampai saat ini itu rasanya sebentar ya, memang betul katanya hidup di dunia itu seperti seorang musafir yang numpang istirahat di bawah pohon sambil minum segelas air, lalu kembali melanjutkan perjalanannya.

So pada akhirnya, yang diinginkan saya dan wanita-wanita di luar sana sama. Hidup normal pada umumnya, menjadi anak yang baik dari orang tua kita, dimana saat ini kita sudah mendewasa. Telah menikah dan mengurus anak dan keluarga dengan baik. Hidup sehat wal’afiat jiwa raga, sejahtera berlimpah, makmur, berkah, diberikan kebaikan dunia akhirat, diberikan kemuliaan dunia akhirat, bahagia dunia akhirat, kelakpun bersama-sama berkumpul di surga firdaus NYA, aamiin..


Baca juga :



Silahkan kunjungi juga youtube saya,





Post a Comment